dan menjelma bentuk sebagai iblis saat hendak ditagih" (By : Ayya)
Melihat karib sukses, siapalah yang tak bahagia? Demikian pula denganku. Salah seorang temanku tengah berada di puncak kegemilangan. Kariernya meningkat, ekonominya pun membaik. Ditandai dengan bertambahnya jumlah barang dirumahnya (dua handphone baru dengan digit harga di atas satu juta rupiah masing-masing), rencananya untuk berlibur ke Bali beserta keluarganya, tak lupa senyum sumringah yang selalu menghias wajah istrinya. Alhamdulillah, Akupun turut bersyukur buatnya.
Namun, ada sesuatu yang membuat hatiku tak nyaman. Sungguh kawan, bukan rasa iri, apalagi dengki. Mudah-mudahan sifat itu menjauh dari diriku. Aku hanya ingin kawanku yang tengah dirundung keberuntungan itu, sedikit mengingat utangnya padaku. Tak seberapa jumlahnya dibanding bonusnya, mungkin tak sampai satu persen nilainya. Tapi, itu amat sangat kubutuhkan saat ini, saat kutengah berjuang mengembangkan bisnis sendiri. Yang membuatku bersedih, belum nampak itikad baik darinya untuk segera melunasinya.
Telah beberapa kali kulihat, tali persahabatan, bahkan ikatan persaudaraan tercerai berai akibat harta. Dan itu tak ingin kualami. Tapi, menunggu hingga niatnya muncul untuk segera menuntaskan tunggakannya juga sangat menguji kesabaran. Apatah lagi, sewaktu berada ditengah-tengah keluarganya, utamanya istrinya yang lagi gencar-gencarnya mempublikasikan hasil pencapaian suaminya. Huh, sungguh menggemaskan...!!! Sindiranku pun ternyata tak manjur buat mereka.
Kawan, beri solusi dong, jalan apa yang sebaiknya kutempuh...
Labels: Utang